La Uttang Petta Palisoe Arung Tonra

Lauttang Petta Palisoe, adalah arung tonra setelah La Simpala, Beliau di lantik menjadi Arung Tonra di akhir era pemerintahan Puatta We Tenriawaru Pancaitana Besse Kajuara. 

Ketika La Simpala meninggalkan akkarungengnge di tonra akibat pertikain di daerah sengkang, terjadi kekosongan akkarungengnge di Tonra sehingga Petta Palisoe di dapuk untuk menggantikannya. 

La Uttang Petta Palisoe adalah anak dari La Masulili Petta Pagiling Arung Ujung dengan perkawinan dengan sepupunya I Cella Tonra, dan I Cella Tonra adalah anak dari La Mappesabbi Datu Ulaweng. 

Nasab dari La Uttang bersambung dengan La Patau Matanna Tikka Matinroe ri Nagaulung raja Bone ke 16 (1696 - 1714) melalui buyutnya I Lacce Arung Gona, sebagaimana yang terdapat dalam Lontara Attoriolong dan berbagai stamboon bahwa I Lacce Arung Gona mempunyai isteri I Balele Daeng Maretti Datu Ulaweng yang merupakan anak dari La Temmasonge to Appewaling Raja Bone ke 22 dengan isterinya Safia Arung Letta Tanah. 

La Temmasonge adalah anak dari La Patau, dalam catatan lontara tercatat bahwa La Patau menikah dengan putri Pajung Luwu Matinroé riTompotikka, bernama Wé Ummu Arung Larompong. Wé Ummu melahirkan dua orang anak, seorang bernama Wé Bataritoja Daéng Talaga sebagai pewaris tahta Timurung dan Citta. Sedangkan anak ke dua Anak bernama Wé Patimanaware sebagai pewaris Larompong yang disapa Opu Datu Larompong. Wé Bataritoja Daéng Talaga-lah yang kemudian mewarisi Pajung Luwu, sekaligus Mangkau di Boné, dan Datu di Soppéng.

Puatta’ La Patau juga menikah di Gowa dengan I Mariyama Karaéng Pattukanga, anak raja Gowa I Mappadulung Daéng Mattimung Tuménanga riLakiung/ Dengan kesepakatan bahwa, dari perkawinan ini, anak yang lahir dari rahim I Mariyama dan Puatta’ La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé akan mewarisi tahta Gowa.

Empat orang anak yang tercatat lahir: 1) Wé Yanébana I Da Patola Karaéng Cempagaya; 2) La Pareppa To Sappéwali; 3) La Paddasajati To Appaware’; dan La Panaungi. Ketiganya menjadi bangsawan pewaris mahkota Boné dan Gowa.

La Patau mengawini wanita bernama Sitti Maémuna, putri Karaeng Marusu. Siti Maemuna disapa I Lolo Kaluku ri Maru dan menjabat sebagai Dala di Maru dari perkawinan ini lahirlah La Temmassonge. Karena La Temmasonge tidak lahir dari permaisuri maka dikenal sebagai anak bangsawan sederajat. Namun, La Temmassonge’ didudukkan sebagai bangsawan cera’ oleh saudara tiri lelakinya, sehingga ia diberi status sebagai ana’ angilengngé (pangeran pilihan). La Temmassonge’ pun diposisikan sebagai pewaris tahta di Baringeng dan diberi gelar Datu Baringeng.

             Kuburan La Masulili Petta Pagiling

La Uttang Petta Palisoe di masa mudanya seorang tentara dan pejuang. Beliau aktif berjuang bersama puatta We Tenriawaru Pancaitana Besse Kajuara Raja Bone ke 28 (1857 - 1860). Dalam buku Besse Kajuara Srikandi Tangguh Dari Timur Ratu Bone XXVIII  karya Harun Rasjid djibe diceritakan perjuangan Lauttang Petta Palisoe melawan Belanda bersama Dengan Besse Kajuara.  

              Kuburan La Uttang Petta Palisoe

Diceritakan dalam buku tersebut, Pada tanggal 5 Februari 1859 yang diantar oleh 3 orang utusan, Belanda memberikan ultimatum kepada Kerajaan Bone tentang maklumat perang.

Pada tanggal 11 Februari 1859 malam, terjadi kesibukan luar biasa di istana kerajaan. Raja memanggil semua anggota Hadat dan melakukan pembicaraan mengenai perkembangan terakhir. Laporan yang diterima Raja dari pos-pos pengintai sepanjang pesisir Bone, menyebutkan sejumlah besar kapal-kapal perang dan kapal kapal angkut pasukan berada di Teluk Bone, dan terpusat di pelabuhan BajoE.

Esoknya tanggal 12 Februari 1859, pertemuan itu diperluas dengan hadirnya Panglima-Panglima perang dari berbagai wilayah di Bone. Pertemuan juga dihadiri Pangeran Ambo’na Salengke yang tiba dari Soppeng dengan satuan tempur yang dipimpinnya. Raja menjelaskan kondisi terakhir dari kerajaan yang disebutnya cukup prima, tetapi menghadapi keadaan yang cukup gawat yaitu manghadapi ancaman Belanda. Raja menegaskan penolakannya atas ultimatum yang dikirm oleh Wakil Presiden Dewan Hindia Belanda Komisaris Urusan Wilayah Celebes. Raja memerintahkan para Panglimanya untuk bersiap mengahadapi hal terburuk yang mungkin terjadi. Kapal-kapal perang Belanda telah mendekati pantai, dan kita harus siap melawannya, kata Raja dengan tegas.

Usul La Cebbu Datu Sawitto untuk membagi semua Pangeran keturunan payungnge ri luwuke dalam lima kelompok utama disetujui Raja.

Kelompok I akan bertugas sebagai satuan tempur penyangga yang akan menggempur pendaratan pertama pasukan Belanda. Satuan tempur peratama ini ditunjuk Opu Maraguni sebagai panglimanya. Kelompok II dan III, bertugas melindungi sisi kiri dan kanan kelompok I masing-masing dengan Panglimanya La Sulung Daeng Pabeta Sulewatang Macege, dan I Lisu Sulewatang Ponceng. 

Kelompok IV bertugas sebagai perisai bagi kelompok I apabila terjadi hal-hal yang luar biasa yang mengharuskan kelompok I bergerak mundur. Satuan tempur perisai ini ditunjuk La Utang Petta Palusoe Arung Tonra sebagai panglimanya. 

 Kuburan Petta Datu La Mapoesabbi Datu Ulaweng

Kelompok V adalah satuan tempur cadangan, yang siap dengan gerak cepat memberikan bantuan kepada satuan satuan tempur yang membutuhkan. Raja juga menyetujui ditempatkannya 10 orang dari satuan khusus penembak jitu pada setiap satuan tempur di seluruh Bone. 

Setelah menjelaskan kondisi alam Bone yang sangat sulit di terobos musuh dari luar, Raja meminta ditempatkannya satuan tempur di bagian Selatan untuk membendung musuh yang masuk dari arah Sinjai. Sedangkan disepanjang sisi kiri kanan Sungai Cenrana yang mungkin dapat dilalui pasukan Belanda apabila air pasang, selain dipasang barikade- barikade, juga diperintahkan prajurit-prajurit untuk menghadang pasukan Belanda. Walaupun pantai BajoE mengalami pedangkalan sejauh lebih 1000 meter ke luar, namun Raja berpendapat bahwa satu-satunya jalan terbuka bila Belanda melakukan penyerbuan serentak, adalah BajoE. Oleh sebab itu Raja memerintahkan agar supaya digaris pertahanan BajoE ditempatkan konsentrasi Satuan Tempur Bone 2000 orang prajurit. Di sisi Selatannya disiapkan 1000 pasukan berkuda. Sedangkan di Desa Lonra ditugaskan 3000 orang prajurit dengan Panglimanya Daeng Mamali juga diperkuat 3000 orang prajurit asal Palakka. 

Di sepanjang sisi kiri Sungai Cenrana ditempatkan satuan tempur dengan Panglimanya Raja Anraguna, sedangkan di sisi kanan kesatuan tempur dengan Panglimanya Pattorongeng. Raja juga menyetujui ditempatkannya satuan tempur pilihan yang akan menjadi Perisai/Bhayangkara Raja. Mengenai penembak penembak jitu yang merupakan satuan khusus Kerajaan Bone Raja memerintahkan untuk melakukan penyusupan ke tengah-tengah musuh dan melakukan tugasnya dengan baik.

La Uttang Petta Palisoe bersama dengan pasukan Kerajaan Bone terus mengadakan perlawanan sampai akhirnya Puatta Besse Kajuara meninggalkan Bone dan hijrah ke Pasempe, daerah pedalaman yang terletak diperbatasan Wajo dan Luwu, dan dianggap memenuhi persyaratan sebagai tempat tinggal baru. Meminta kepada Raja agar memerintahkan segera mempersiapkan pertahanan yang lebih kuat di kawasan tersebut. Sejenak Raja menatap dengan tajam Datu Sawitto dan meminta hadirin berdiri. Raja mengajak hadirin mengheningkan cipta bagi para suhada yang telah gugur di medan tempur.

Usai mengheningkan cipta, Raja membuka mata sejenak dan menutupnya untuk waktu yang lebih lama. Tafakkur beberapa saat dan ketika matanya terbuka lagi, Raja mengucapkan kata pendek dan tegas : “Baiklah anak anakku!”. 

Dengan suara bergetar tetapi meyakinkan Raja mengucapkan Bismillahi Rahmani Rahim, dan melangkah ke luar istana, menaiki kuda putih yang telah siap di depan istana. Panglima Angkatan Bersenjata dan para anggota Hadat mengiringi Raja. Rombongan Raja di kawal lebih 800 pasukan berkuda dan ribuan Infantri bergerak menuju Pasempe. Setelah tiba di Pasempe, Raja memerintahkan agar supaya segera membangun benteng pertahanan yang tangguh untuk menangkal jika suatu saat Belanda menyerang. 

Pada malam harinya Raja melakukan pertemuan di tempat terbuka dengan dikelilingi prajurit-prajurit yang menyalakan obor-obor. Raja duduk di atas pelana kuda dan meberikan amanat dengan menyitir dialog Rasulullah Muhammad SAW : 
“Hampir saja ummat-ummat yang lain memperebutkan kamu, sebagaimana orang orang yang rakus memperebutkan makanan dalam piring”. Sahabat-sahabatnya bertanya : “apakah karena kita terlalu sedikit pada saat itu ya Rasulullah”. Rasulullah menjawab : “bahkan kamu lebih banyak dari pada mereka. Akan tetapi kamu bagaikan buih di atas air deras. Sesungguhnya Allah telah menghilangkan rasa takut kepadamu dari dada musuh-musuhmu, dan melemparkan ke dalam hatimu rasa lemah. Yakni kelemahan yang berbentuk cinta dunia dan takut mati. Sejenak sorot pandangannya makin tajam memandang ribuan prajurit yang berbaur dengan anggota pemerintahan dalam rapat akbar yang makin memperkuat posisi Raja sebagai tumpuan harapan rakyatnya. 

Semilir angin pegunungan menambah sejuknya perasaan bagi rakyat Kerajaan Bone mendengarkan amanat Raja yang dalam kondisi bagaimanapun tetap tegar, dengan sikap yang tangguh di dalam membela kehormatan negerinya. Beberapa saat raja terdiam, kemudian melanjutkan amanatnya : “menurut agama yang sama-sama kita anut, Negeri kita adalah Negeri moral yang memiliki undang-undang tertulis, dan sifatnya kekal abadi, yakni Al-Quranul Qarim”. Kitab suci penuntun ummat menjalskan batasan-batasan berbagai masalah dengan terbuka. 

Negeri kita Bone yang sama-sama kita cintai, memiliki tentara yang terdiri dari putra Bone yang mukmin, mampu dan terampil memanggul senjata, memiliki pandangan Luar Negeri berdasarkan persamaan dan perdamaian. Kedaulatan Negeri Bone berada dalam genggaman setiap putra Bone yang mukmin di bawah kekuasaan Allah SWT. Allah yang telah menjadikan kamu sekalian sebagai penguasa di tanah sendiri. Pemerintahan adalah Hak-Nya. Sedangkan hak kita sebagai putra-putra Bone, hanyalah menjalankan pemerintahan sebagai wakil dari pada-Nya, yang kelak di akhirat harus dipertanggung jawabkan. Berimanlah kepada Firman Allah yang menyatakan : “Oleh karena itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia yang seimbang dengan serangannya terhadapmu (Al-Baqarah : 194). Bertakwalah kepada Allah dan berjihadlah kamu kepada jalan Allah dengan jihad yang sebenar benarnya (Al-Hajj : 78) Allahu Akbar!”. 

Kepada pamanda Ambonna Salengke saya perintahkan untuk berusaha semampu mungkin mengumpulkan perbekalan bagi kebutuhan istana beberapa bulan ke depan. Kepada pamanda Petta PonggawaE saya perintahkan untuk terus meningkatkan keterampilan tempur pasukan. Memanfaatkan semua dana dan daya yang kita miliki untuk mempertahankan Negeri kita. Melakukan hubungan dengan saudara- saudara kita di daerah lain dalam upaya menggalang persatuan melawan musuh-musuh kita. Apabila semua upaya telah kita lakukan di dalam mempertahankan tanah leluhur kita, dan masih menemui kegagalan, tidak seorangpun diantara kita yang boleh saling menyalahkan. Pengorbanan yang kalian telah persembahkan bagi Negeri Bone, akan saya pertanggung jawabkan sepenuhnya. Mari kita memohon ampunan Allah dan Rahmatnya. Mari kita sembahyang berjamaah. Besse Kajuara menutup amanatnya dengan berseru, Allahu Akbar.

Selanjutnya Puatta Besse Kajuara digantikan oleh kemenakaanya Singkeru Rukka menjadi Raja Bone ke 29 dan La Uttang Petta Palisoe menjadi Arung Tonra sampai Puatta La Pawawoi Karaeng Sigeri jadi Raja Bone ke 31.

La Uttang Petta Palisoe dilengserkan dari tahtanya sebagai arung Tonra ketika La Pawawoi Karaeng Sigeri menjadi Raja Bone yang ke 31 dan mengangkat La Muhammad menjadi Arung Tonra, La Muhammad ini adalah anak dari La Simpala Arung Tonra sebelum La Uttang Petta Palisoe. Dalam riwayat lain La Muhammad adalah anak dari Singkerru Ruka. 

Dengan pengangkatan La Muhammad, La Uttang Petta Palisoe kemudian meninggalkan Tonra dengan orang orangnya ke daerah Gowa/Marusu dan oleh Raja Gowa diberikan tanah/wilayah sebagai daerah kekuasaan. Jejak tanah tersebut masih dapat dijumpai sekarang di sekitar bandara sampai daerah Pattiro Kabupaten Gowa. 




 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arung Tonra

Kematian

La Mappa Karaeng Rappocini Arung Tonra