Kiprah La Palantei Daeng Mateppo pada Rumpana Bone

Pada tahun 1905, pasukan belanda menginvasi kerajaan bone, kerajaan bone di pimpin oleh Puatta  La Pawawoi Karaeng Segeri dengan panglima perangnya (Petta Ponggawae) adalah Abdul Hamid Baso Pagiling.

Seluruh kekuatan belanda di kerahkan dan rencana akan menyerang dari arah bajoe dan untuk daerah selatan, Belanda akan mendarat di pantai Bonelampe Tonra.

Puatta La Pawawoi Karaeng Sigeri mengerahkan hampir seluruh kekuatan pasukan ke Pantai Bajoe, untuk menghambat pendaratan pasukan Belanda. Untuk wilayah selatan karena pendaratan pasukan belanda di wilayah tonra maka La Pawawoi Karaeng Sigeri menugaskan La Palantei untuk menahan pasukan belanda dari daerah selatan.

Andi Palantei dengan pasukannya kemudian bergerak ke Tonra dan mempersiapkan benteng yaitu Benteng Kaccope dan Benteng Taulu di sebuah gunung di pinggir pantai Bone Lampe.

Perangpun pecah, Pasukan belanda dengan segala perlengkapan perangnya mampu mendarat dengan mulus di pantai bajoe, setelah memporak porandakan pasukan kerajaan bone dengan tembakan meriamnya.

Pasukan kerajaan bone bertempur mati matian, dengan mengerahkan segala kemampuan menghambat pasukan belanda yang bergerak menuju ke istana kerajaan bone.

Tidak berselang lama istana mampu di duduki, La Pawawoi Karaeng Sigeri bersama putranya Baso Pagilingi kemudian mundur ke arah Palakka selanjutnya ke Pasempe. Sementara tentara Belanda memburu terus, hingga akhirnya Arumpone bersama lascar serta 
sejumlah keluarganya mengungsi ke Lamuru, Citta dan terus ke Pitumpanuwa Wajo.

Abdul Hamid Baso Pagilingi dibantu oleh Ali Arung Cenrana, La Massikireng Arung Macege, La Mappasere Petta Songke Dulung Ajang Ale, La Nompo Arung Bengo, Sulewatang Sailong, dan La Temmu Page Arung Labuaja dengan semangat membara terus mengobarkan perlawanan.

Untuk wilayah selatan kejadiannya hampir sama, pasukan belanda dengan mudah memporak porandakan pasukan La Palantei setelah sebelumnya menembakkan meriam dari laut, Benteng Kaccope hampir rata dengan tanah dengan tembakan meriam.

Berita dari istana bahwa puatta telah mundur ke palakka, dan istana telah diduduki oleh pasukan belanda, membuat La Palantei mengumpulkan orang orangnya untuk membahas langkah selanjutnya. Kemudian La Palantei bersama beberapa orang mendatangi pasukan belanda dan mereka diterima oleh pemimpin pasukan belanda tersebut.

Pemimpin pasukan belanda menginformasikan bahwa Bone telah di kuasai dan pemerintahan akan dilanjutkan seperti sediakala, karena tujuan penyerangan ini untuk melengserkan La Pawawoi Karaeng Sigeri dari tahta Kerajaan Bone. Berhubung Yang menjadi arung di Tonra adalah saudara dari La Pawawoi yaitu La Muhammad, maka La Muhammad juga akan di ganti.

Pemimpin pasukan belanda kemudian bertanya kepada teman teman La Palantei, "Iga wedding Makkatenni Tonra na mancaji amang", dan sepakat di pertemuan tersebut menunjuk La Palantei menjadi arung di tonra.

La Palantei kemudian dikukuhkan secara informal menjadi arung di tonra di pantai bone lampe.

Perjuangan di daerah selatan tetap dikobarkan, perjuangan ini dipimpin oleh La Temmu Page Arung Labuaja bersama dengan Andi Tuge Petta Wello.

Dan pada akhirnya La Pawawoi karaeng sigeri mampu ditangkap oleh belanda setelah kematian Petta Ponggawae Abdul Hamid Baso Pagiling. Kematian Petta Ponggawae di iringi teriakan Puatta La Pawawoi Karaeng Sigeri yaitu "Rumpani Bone". Maka pertempuran tersebut di kenal sebagai Rumpana Bone.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arung Tonra

Kematian

La Mappa Karaeng Rappocini Arung Tonra