La Patuppu Batu bin La Tenri Tappu Arung Tonra
Kisah La Patuppu Batu Arung Tonra tidak bisa lepas dari kiprah We Maningratu Arung Data.
Diceritakan dalam sejarah bahwa we Maningratu Arung Data adalah seorang negosiator ulung dan ketika sedang bernegosiasi senantiasa di dampingi oleh adiknya La Lapatuppu Batu.
La Patuppu Batu di tugasi untuk menjaga daerah selatan dari dominasi keturunan Arung Gona yg umumnya menguasai daerah arung bagian selatan Kerajaan Bone , sehingga Beliau di angkat menjadi Arung Tonra menggantikan La Uttang Arung Tonra.
Dalam Sure' Bilang La Tenri Tappu To Appaliweng tersebut diketahui, bahwa We Manningratu Arung Data lahir pada tanggal 14 oktober 1776, seperti bunyi catatan:
"14 Oktober 1776, purai 10 garagataE najaji ana'na, Puanna Batara Tungke, Makkunrai ana'na, Alhamdulillah" artinya, 14 oktober 1776, sesudah pukul 10 malam lahir anak Sang Raja Bone, Puanna Batara Tungke anaknya perempuan, alhamdulillah. Kata "Puanna" yang berarti "Tuannya" menandakan, bahwa meskipun We Manningratu adalah adik dari Batara Tungke namun kasta We Manning lebih tinggi dibanding kakaknya sebab We Manningratu lahir di masa La Tenri Tappu naik tahta sebagai Mangkau/Raja Besar dari federasi Akkarung/raja-raja Bone.
"Upakkuru sumange' I Puanna Batara Tungke seddi jemma, ana'na uwareng inungeng butung, karawi' ulaweng" artinya: Saya bersyukur atas kelahiran adik Batara Tungke' dengan menghadiahkan kemerdekaan satu orang budak dan anak budak tersebut ku hadiahi tempat minum khas Buton yang bermotif emas.
Selanjutnya pada tanggal 23 Desember 1776, La Tenri Tappu kembali menulis catatan: "Utudattudang ri salassa'E mitai We Manningratu" artinya saya duduk di singgasana dan mengamati We Manningratu.
Dalam Lontara' Akkarungeng Bone diketahui, bahwa La Tenri Tappu To Appaliweng dari istrinya We Padauleng melahirkan 13 orang anak, antara lain:
1) La Batara Tungke Arung Timurung 2) We Manningratu Arung Data 3) La Mappasessu To Appatunru Arung Palakka 4) La Mappaselling Arung Pannyili 5) La Tenri Sukki Arung Kajuara 6) We Kalaru Arung Pallengngoreng 7) La Tenri Bali Arung Ta' 8) La Mappaewa Arung Lompu M 9) La Paremma Rukka Arung Karella 10) La Temmu Page Arung Paroto 11) La Pattuppu Batu Arung Tonra 12) La Pawawoi Arung Sumaling 13) I Mammuncaragi
Untuk menaklukkan Negeri Bone, pasukan Belanda terlebih dahulu menyisir dan menaklukkan wilayah Maros, Bantaeng, Bulukkumba dan Sinjai. Sehingga pasukan Van Goen baru bisa menembus pertahanan pasukan Bone di BajoE pada tanggal 24 Maret 1825 setelah membumihanguskan Sinjai pada tanggal 19 Maret 1825. Kenyataan tersebut menandakan, bahwa Penguasa Kerajaan Bone We Manningratu mendapat dukungan kuat dari raja-raja tentangganya. Setelah pesisir selatan, seperti Bulukkumba dan Bantaeng ditaklukkan oleh Belanda, di bawah pimpinan Mayor Lobron De Vosela pasukan Belanda kemudian melanjutkan perjalanan ke Kajang dan Sinjai untuk menemui Pasukan Utama yang akan memasuki Bone.
La Patuppu Batu berhasil menjaga daerah selatan dan menjadi benteng yang kuat ketika Belanda menyerang kerajaan Bone dari arah selatan.
La Patuppu Batu kemudian menikah dengan We Rana Arung Singkang dan melahirkan anak La Simpala Arung Tonra.
La Simpala Arung Tonra ini adalah salah satu tokoh besar di abad 18 karena dalam catatan sejarah menunjukkan bahwa beliau kemudian hijrah ke daerah Gorontalo bersama dengan armada perang warisan dari La Madukkeleng yang kemudian menikah dengan puteri Kesultanan Gorontalo.
Para sejarawan memperdebatkan apakah La Simpala yg menikah dengan putri Kesultanan Gorontalo adalah anak dari La Patuppu Batu atau anak dari La Madukkelleng yang disebut dengan La Tenri Sumpala.
Komentar
Posting Komentar